Minggu, 23 Juni 2013

kerukunan antar umat beragama



BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
      Kerukunan beragama di tengah keanekaragaman budaya merupakan aset dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Dalam perjalanan sejarah bangsa, Pancasila telah teruji sebagai alternatif yang paling tepat untuk mempersatukan masyarakat Indonesia yang sangat majemuk di bawah suatu sistem pemerintahan yang demokratis.
         Indonesia merupakan negara yang multikultur, dengan wilayah geografis dan budaya yang berbeda-beda menjadikan masyarakat Indonesia memiliki kepercayaan dan agama yang berbeda-beda. Hal tersebut sering menjadi pemicu adanya konflik antar umat beragama di Indonesia. Agama-agama yang ada di Indonesia berbeda satu sama lain, walaupun diantara agama-agama itu terdapat perrsamaan-persamaan. Kasus-kasus kerusuhan di Indonesia seperti di Situbondo, Pekalongan, Jawa Timur, Bogor, dan daerah lain di Indonesia yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan oleh perbedaan agama. konflik-konflik yang terjadi antar individu, golongan, dan bangsa yang disebabkan oleh faktor agama, adalah suatu pertanda bahwa di antara agama-agama yang ada terdapat suatu perbedaan yang prinsipil. Oleh sebab itu perlunya diciptakan suatu aturan bagi umat beragama di Indonesia untuk tetap hidup bersatu, walaupun mempunyai latar belakang agama yang berbeda. Kerukunan antara umat beragama akan tercipta apabila tiap-tiap orang dari pemeluk suatu agama dapat saling tenggang rasa dan menanamkan sikap toleransi.

B.       Rumusan Masalah
1.      Bagaimana kerukunan antar umat beragama di Indonesia saat ini?
2.      Apa saja kendala yang dihadapi untuk mencapai tujuan kerukunan antar umat beragama?
3.      Bagaimana solusi untuk mengatasi kendala-kendala  tersebut?
4.      Bagaimana upaya untuk menjaga kerukunan antar umat beragama di Indonesia?

C.      Tujuan
1.      Untuk mengetahui bagaimana kerukunan antar umat beragama di indonesia saat ini.
2.      Untuk mengetahui kendala yang di hadapi masyarakat dalam menuju kerukunan antar umat beragama.
3.      Untuk mengetahui solusi mengatasi kendala-kendala yang di hadapi.
4.      Untuk mengetahui upaya menjaga kerukunan antar umat beragama di Indonesia.

























BAB II
PEMBAHASAN

A.    KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA
Kerukunan merupakan kebutuhan bersama yang tidak dapat dihindarkan di Tengah perbedaan. Perbedaan yang ada bukan merupakan penghalang untuk hidup rukun dan berdampingan dalam bingkai persaudaraan dan persatuan. Kesadaran akan kerukunan hidup umat beragama yang harus bersifat Dinamis, Humanis dan Demokratis, agar dapat ditransformasikan kepada masyarakat dikalangan bawah sehingga, kerukunan tersebut tidak hanya dapat dirasakan/dinikmati oleh kalangan-kalangan atas/orang kaya saja. Karena, Agama tidak bisa dengan dirinya sendiri dan dianggap dapat memecahkan semua masalah. Agama hanya salah satu faktor dari kehidupan manusia. Faktor yang paling penting dan mendasar karena memberikan sebuah arti dan tujuan hidup. Tetapi sekarang kita mengetahui bahwa untuk mengerti lebih dalam tentang agama perlu segi-segi lainnya, termasuk ilmu pengetahuan dan juga filsafat. Yang paling mungkin adalah mendapatkan pengertian yang mendasar dari agama-agama. Jadi, keterbukaan satu agama terhadap agama lain sangat penting demi terciptanya kerukunan antar umat beragama di dunia.
  Sebagaimana kita ketahui ada 5 agama yang hidup dan diakui eksistensinya di Indonesia, yaitu Kristen (katholik dan protestan), Hindu, Budha, Islam, dan Kong Hucu. Kesemuanya memiliki keistimewaan dan kekuatan sendiri-sendiri dalam sistem ajaran agamanya.
Agar terciptanya suatu kerukunan antar umat beragama maka setiap individu harus memperhatikan dan melakukan hal-hal ;
1.      Sikap saling menahan diri terhadap keyakinan, ajaran dan kebiasaan-kebiasaan golongan agama lain yang berbeda atau mungkin berlawanan dengan keyakinan, ajaran dan kebiasaan agamanya sendiri.
2.      Sikap saling menghormati hak orang lain untuk menganut keyakinan agamanya.
3.      Sikap saling mempercayai i’tikad baik golongan agama lain.
4.      Usaha saling membantu dalam kegiatan-kegiatan sosial untuk mengatasi keterbelakangan bersama.
5.      Usaha untuk saling belajar dari keunggulan dan kelebihan pihak lain sehingga terjadi saling tukar pengalaman untuk mencapai kemajuan bersama.
6.      Usaha untuk mengemukakan kepercayaan agama sendiri dengan sebijaksana mungki, dimaksudkan untuk tidak menyinggung kepercayaan agama lain.

Konsep kerukunan antar umat beragama pernah dirumuskan dan ditetapkan oleh pemerintahan Orde Baru dengan melibatkan semua tokoh agama-agama yang ada di Indonesia. Selama masa Orba, relatif tidak ada konflik antar pemeluk agama yang berbeda. Mungkin orang akan mengira bahwa itu merupakan keberhasilan menerapkan konsep kerukunan. Namun, ketika di Ambon, Aceh, Kupang, dan di berbagai daerah lainnya terjadi berbagai kerusuhan dan tindakan kekerasan yang berbau agama, konsep kerukunan antar umat beragama itu kembali dipertanyakan. Oleh karena itu, perlu pengkajian ulang terhadap konsep kerukunan antar umat beragama yang selama ini diterapkan pemerintah.
             Ia tidak lagi hanya sebagai bungkus formal dari kenyataan pluralitas agama di Indonesia, tetapi harus menjadi motivator bagi terbentuknya kesadaran beragama dan berteologi di Indonesia. Jika tidak, maka konflik antar agama tidak dapat terhindarkan, akan selalu meledak. Bila terjadi, hal ini akan menghancurkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, baik aspek politis, ekonomi, maupun sosial budaya. Agar kerukunan hidup antar umat beragama enjadi etika dalam pergaulan kehidupan beragama, Hugh Goddard, seorang Kristiani Inggris, yang ahli teologi Islam, mengingatkan, demi kerukunan antar umat beragama, harus dihindari penggunaan “standar ganda” (double standars). Orang-orang Kristen ataupun Islam misalnya,selalu menerapkan standar-standar yang berbeda untuk dirinya, biasanya standar yang ditujukkan bersifat ideal dan normatif. Sedangkan terhadap agama lain, mereka memakai standar lain yang lebih bersifat realistis da historis. Melalui standar ganda inilah, muncul prasangka-prasangka teologis yang selanjutnya memperkeruh suasana hubungan antar umat beragama.
Yang tampak ke permukaan, berkaitan dengan terjadinya konflik antar agama, bisa sebagai akibat kesenjangan ekonomi (kesejahteraan), perbedaan kepentingan politik, ataupun perbedaan etnis. Akhirnya, konsep kebenaran dan kebaikan yang berakar dari ideologi politik atau wahyu Tuhan sering menjadi alaan pembenaran atas penindasan kemanusiaan. Hal ini pun bisa terjadi ketika kepentingan pembangunan dan ekonomi, atas nama kepentingan umum, sering menjadi pembenaran atas tindak kekerasan. Ditambah dengan klaim kebenaran (truth claim) dan kesalah mengertian antar penganut agama pun terbuka lebar, sehingga menyebabkan retaknya hubungan antar umat beragama. Demi terciptanya hubungan eksternal agama-agama, perlu dilakukan dialog antar agama. Sedangkan untuk internal agama, diperlukan reinterpretasi pesan-pesan agama yang lebih menyentuh kemanusiaan yang universal. Dalam hal ini, peran para tokoh agama mesti lebih dikedepankan.
Hal-hal yang perlu dihindarkan antara lain :
1.      Memandang rendah agama orang lain, menyalah gunakan atau memberi gambaran yang salah tentang agama tersebut atau dengan sengaja meremehkan prestasinya.
2.      Menyiarkan doktrin sesuatu agama kepada seseorang, segolongan orang, kecuali bila orang itu bersedia untuk menerima dan belajar seluk beluk agama tersebut.
3.      Penggunaan alat-alat materiil, seperti medis, pendidikan panti asuhan dan yang bersifat ekonomis lainnya, yang dimaksudkan untuk mendapatkan pemeluk-pemeluk baru.
Konsep Tri Kerukunan
Tri kerukunan antar umat beragama bertujuan agar masyarakat Indonesia bisa hidup dalam kebersamaan, sekalipun banyak perbedaan. Konsep ini dirumuskan dengan teliti dan bijak agar tidak terjadi pengekangan atau pengurangan hak-hak manusia dalam menjalankan kewajiban dari ajaran-ajaran agama yang diyakininya. Tri kerukunan ini meliputi tiga kerukunan, yaitu:
1.      Kerukunan intern umat beragama
                 Perbedaan pandangan dalam satu agama bisa melahirkan konflik didalam tubuh suatu agama itu sendiri. Perbedaan madzhab adalah salah satu perbedaan yang nampak dan nyata. Kemudian lahir pula perbedaan ormas keagamaan. Walaupun satu aqidah, yakni aqidah Islam, perbedaan sumber penafsiran, penghayatan, kajian, pendekatan terhadap Al-Qur’an dan As-Sunnah terbukti mampu mendisharmoniskan intern umat beragama. Knsep ukhuwah Islamiyah merupakan salah satu sarana agar tidak terjadi ketegangan intern umat Islam yang menyebabkan peristiwa konflik. Konsep pertama ini mengupayaka berbagai cara agar tidak saling klain kebenaran. Menghindari permusuhan karena perbedaan madzab dalam Islam. Semuanya untuk menciptakan kehidupan beragama yang tenteram, rukun, dan penuh kebersamaan.
2.      Kerukunan antar umat beragama
Konsep kedua dari tri kerukunan memiliki pengertian kehidupan beragama yang tenteram antar masyarakat yang berbeda agama dan keyakinan. Tidak terjadi sikap saling curiga mencurigai dan selalu menghormati agama masing-masing. Berbagai kebijakan dilakukan oleh pemerintah agar tidak terjadi saling mengganggu umat beragama lainnya. Semaksimal mungkin menghindari kecenderungan konflik karena perbedaan agama. Semua lapisan masyarakat bersama-sama menciptakan suasana hidup yang rukun dan damai di Negara Republik Indonesia.
3.      Kerukunan antara umat beragama dan pemerintah
Pemerintah ikut andil dalam menciptakan suasana tenteram, termasuk kerukunan antara umat beragama dengan pemerintah sendiri. Semua umat beragama yang diwakili para pemuka dari tiap-tiap agama dapat sinergis dengan pemerintah. Bekerjasama dan bermitra dengan pemerintah untuk menciptakan stabilitas persatuan dan kesatuan bangsa. Tri kerukunan umat beragama diharapkan menjadi salah satu solusi agar terciptanya kehidupan umat beragama yang damai, penuh kebersamaan, bersikap toleran, saling menghormati dan menghargai dalam perbedaan.

B.     KENDALA-KENDALA YANG DI HADAPI MASYARAKAT SAAT INI

1.    Rendahnya sikap toleransi
Salah satu masalah dalam komunikasi antar agama sekarang ini, khususnya di Indonesia, adalah munculnya sikap toleransi malas-malasan (lazy tolerance) sebagaimana diungkapkan P. Knitter. Sikap ini muncul sebagai akibat dari pola perjumpaan tak langsung (indirect encounter) antar agama, khususnya menyangkut persoalan teologi yang sensitif. Sehingga kalangan umat beragama merasa enggan mendiskusikan masalah-masalah keimanan.

2.    Faktor Politik
      Faktor ini terkadang menjadi faktor penting sebagai kendala dalam mncapai tujuan sebuah kerukunan antar umat beragama khususnya di Indonesia. Muncul kekacauan politik yang ikut memengaruhi hubungan antaragama. Seperti yang sedang terjadi di negeri kita saat ini. Tanpa politik kita tidak bisa hidup secara tertib teratur dan bahkan tidak mampu membangun sebuah negara, tetapi banyak kepentingan politik dengan mengatasnamakan agama.

3.    Sikap fanatisme
       Di kalangan Islam, pemahaman agama secara eksklusif juga ada dan berkembang. Bahkan akhir-akhir ini, di Indonesia telah tumbuh dan berkembang pemahaman keagamaan yang dapat dikategorikan sebagai Islam radikal dan fundamentalis, yakni pemahaman keagamaan yang menekankan praktik keagamaan tanpa melihat bagaimana sebuah ajaran agama seharusnya diadaptasikan dengan situasi dan kondisi masyarakat. Mereka masih berpandangan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar dan dapat menjamin keselamatan menusia. Jika orang ingin selamat, ia harus memeluk Islam. Segala perbuatan orang-orang non-Muslim, menurut perspektif aliran ini, tidak dapat diterima di sisi Allah. Pandangan-pandangan semacam ini tidak mudah dikikis karena masing-masing sekte atau aliran dalam agama tertentu, Islam misalnya, juga memiliki agen-agen dan para pemimpinnya sendiri-sendiri. Islam tidak bergerak dari satu komando dan satu pemimpin. Ada banyak aliran dan ada banyak pemimpin agama dalam Islam yang antara satu sama lain memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang agamanya dan terkadang bertentangan. Tentu saja, dalam agama Kristen juga ada kelompok eksklusif seperti ini. Kelompok Evangelis, misalnya, berpendapat bahwa tujuan utama gereja adalah mengajak mereka yang percaya untuk meningkatkan keimanan dan mereka yang berada “di luar” untuk masuk dan bergabung. Bagi kelompok ini, hanya mereka yang bergabung dengan gereja yang akan dianugerahi salvation atau keselamatan abadi. Dengan saling mengandalkan pandangan-pandangan setiap sekte dalam agama teersebut, maka timbullah sikap fanatisme yang berlebihan.


C.    SOLUSI

1.      Dialog antar pemeluk agama
        Salah satu bagian dari kerukunan antar umat beragama adalah perlu dilakukannya dialog antar agama. Agar komunikatif dan terhindar dari perdebatan teologis antar pemeluk (tokoh) agama, maka pesan-pesan agama yang sudah diinterpretasi selaras dengan universalitas kemanusiaan menjadi modal terciptanya dialog yang harmonis. Dialog antar agama adalah pertemuan hati dan pikiran antar pemeluk berbagai agama yang bertujuan mmencapai kebenaran dan kerjasama dalam masalah-masalah yang dihadapi bersama.
        Perhatian terhadap tema itu, tidak harus hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi menjadi tanggung jawab semua komponen bangsa, tertutama pada lingkungan tokoh agama. Menurut Ignas Kleden, dialog antar agama tampaknya hanya bisa dimulai dengan adanya keterbukaan sebuah agama terhadap agama lainnya. Sementara itu, melihat kondisi kehidupan  beragama sekarang ini, konflik antar umat beragama, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara. Konflik berwajah agama perlu dilihat dalam kaitan-kaitan politis, ekonomi, atau sosial budayanya. Apabila benar bahwa konflik itu murni konflik agama, maka masalah kerukunan sejati tetap hanya dapat dibangun atas dasar nilai-nilai keadilan, kebebasan, dan hak asasi manusia, yang menyentuh keluhuran martabat manusia. Makin mendalam  rasa keagamaan, makin mendalam pula rasa keadilan dan kemanusiaan.
        Jika dilakukan dialog rutin antar agama maka akan terjadi pertukaran yang semakin intensif menyangkut gagasan-gagasan keagamaan melalui dialog-dialog antaragama dan kemanusiaan baik pada tingkat domestik di Indonesia maupun pada tingkat internasional. Hal ini jelas akan memperkuat perjumpaan secara damai tersebut. Melalui berbagai pertukaran semacam ini terjadi penguatan saling pengertian dan, pada gilirannya, kehidupan berdampingan secara damai.

2.      Bersikap optimis
             Walaupun berbagai hambatan menghadang jalan kita untuk menuju sikap terbuka, saling pengertian dan saling menghargai antaragama, kita tidak perlu bersikap pesimis. Sebaliknya, kita perlu dan seharusnya mengembangkan optimisme dalam menghadapi dan menyongsong masa depan dialog. Pertama, pada beberapa dekade terakhir ini studi agama-agama, termasuk juga dialog antaragama, semakin merebak dan berkembang di berbagai universitas, baik di dalam maupun di luar negeri. Selain di berbagai perguruan tinggi juga telah didirikan Pusat Studi Agama-agama dan Lintas Budaya. Meskipun baru seumur jagung, hal itu bisa menjadi pertanda dan sekaligus harapan bagi pengembangan paham keagamaan yang lebih toleran dan pada akhirnya lebih manusiawi. Jika tiga hal ini bisa dikembangkan dan kemudian diwariskan kepada generasi selanjutnya, maka setidaknya kita para pemeluk agama masih mempunyai harapan untuk dapat berkomunikasi dengan baik dan pada gilirannya bisa hidup berdampingan lebih sebagai kawan dan mitra daripada sebagai lawan.

D.    Upaya Menjaga Kerukuna Antar Umat Beragama
1.      Menjunjung tinggi rasa toleransi antar umat beragama, baik sesame antar pemeluk agama yang sama maupun yang berbeda
      Rasa toleransi bisa berbentuk dalam macam-macam hal. Misal, perijinan pembangunan tempat ibadah oleh pemerintah, tidak saling mengejek dan mengganggu umat lain, atau memberi waktu pada umat lain untuk beribadah bila memang sudah waktunya. Banyak hal yang bisa dilakukan untuk menunjukkan sikap toleransi. Hal ini sangat penting demi menjaga tali kerukunan umat beragama di Indonesia.

2.      Selalu siap membantu sesama
       Jangan melakukan diskriminasi terhadap suatu agama, terutama saat mereka membutuhkan bantuan. Misalnya, disuatu daerah di Indonesia mengalami bencana alam. Mayoritas penduduknya adalah pemeluk agama Kristen. Bagi Anda yang memeluk agama lain, jangan lantas malas membantu saudara sebangsa yang sedang kesusahan hanya karena perbedaan agama.



3.      Menghormati orang lain
      Selalu jagalah rasa hormat pada orang lain tanpa memandang agama apa yang mereka anut. Misalnya dengan selalu berbicara halus dan tidak sinis. Hal ini tentu akan mempererat kerukunan umat beragama di Indonesia.
4.      Menyelesaikan masalah dengan kepala dingin
      Bila terjadi masalah yang menyangkut agama, tetap selesaikan dengan kepala dingin tanpa harus saling menyalahkan. Para pemuka agama, tokoh masyarakat, dan pemerintah sangat diperlukan peranannya dalam pencapaian solusi yang baik dan tidak merugikan pihak manapun, atau mungkin malah menguntungkan semua pihak.
      Kerukunan umat beragama di Indonesia adalah harapan semua orang. semua menginginkan hidup aman dan tenteram. Untuk itu, diperlukan kesadaran didalam dirinya masing-masing untuk hidup rukun dan damai.
Tidak ada lagi pertikaian antara agama karena berbeda agama atau pertikaian antara aliran agama karena perbedaan aliran. Semua orang itu memiliki hak yang sama untuk memeluk agama dan menganut aliran manapun. Hal yang penting adalah kembali lagi pada sikap diri masing-masing. Apakah dirinya sendiri sudah mencerminkan orang yang beragama. Karena semua agama mengajarkan tentang hidup rukun dan damai. Tidak ada agama yang mengajarkan tentang kejelekan.
Apabila orang yang beragama tersebut dapat mempelajari agamanya dengan sungguh-sungguh, maka orang tersebut dapat menjadi orang yang membawa ketenangan, bukan kekacauan. Kedamaian di negara ini akan tercipta dengan orang-orang seperti itu. Apabila negara ini tenang dan damai, maka semua orang akan tenang dalam menjalani ibadahnya juga. Tidak ada yang mengganggu atau memusuhi.








KESIMPULAN
Kerukunan merupakan kebutuhan bersama yang tidak dapat dihindarkan di Tengah perbedaan. Perbedaan yang ada bukan merupakan penghalang untuk hidup rukun dan berdampingan dalam bingkai persaudaraan dan persatuan. Kesadaran akan kerukunan hidup umat beragama yang harus bersifat Dinamis, Humanis dan Demokratis, agar dapat ditransformasikan kepada masyarakat dikalangan bawah sehingga, kerukunan tersebut tidak hanya dapat dirasakan/dinikmati oleh kalangan-kalangan atas/orang kaya saja. Karena, Agama tidak bisa dengan dirinya sendiri dan dianggap dapat memecahkan semua masalah.
Agar terciptanya suatu kerukunan antar umat beragama maka setiap individu harus memperhatikan dan melakukan hal-hal ;
1.      Sikap saling menahan diri terhadap keyakinan, ajaran dan kebiasaan-kebiasaan golongan agama lain yang berbeda atau mungkin berlawanan dengan keyakinan, ajaran dan kebiasaan agamanya sendiri.
2.      Sikap saling menghormati hak orang lain untuk menganut keyakinan agamanya.
3.      Sikap saling mempercayai i’tikad baik golongan agama lain.
4.      Usaha saling membantu dalam kegiatan-kegiatan sosial untuk mengatasi keterbelakangan bersama.
5.      Usaha untuk saling belajar dari keunggulan dan kelebihan pihak lain sehingga terjadi saling tukar pengalaman untuk mencapai kemajuan bersama.
6.      Usaha untuk mengemukakan kepercayaan agama sendiri dengan sebijaksana mungki, dimaksudkan untuk tidak menyinggung kepercayaan agama lain.
Adapun konsep tri Agama, yaitu kerukunan intern umat beragama, kerukunan antar umat beragama, kerukunan antara umat beragama dengan pemerintah. Dalam mewujudkan adanya kerukunan beragama, tentu saja ada kendala-kendala yang dihadapi, misalnya saja rendahnya toleransi, faktor politik, dan sikap fanatisme masyarakat. Solusi dalam menghadapi kendala-kendala tersebut diantaranya diadaka dialog antar agama dan bersikap optimis.



DAFTAR PUSTAKA

Sudjangi. 1999. Wadah Musyawarah Antar Umat. Jakarta: Departemen Agama RI
Tarmizi Thaher. 1999. Bingkai Sosio Kultural. Jakarta: Departemen RI
M. Hasanuddin. 1981. Kerukunan Hidup Antar UmatBeragama Sebagai Pra Kondisi Pembangunan dan Usaha Pemeliharaan, Pengembangan Lembaga Keagamaan Serta Kedudukan Agama Dalam Alam Pembangunan. Jakarta: Departemen RI Agama
Dr. H Dadang Kahmad, M.DSi. 2000. Sosiologi Agama. Bandung : PT Remeja Rosdakarya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar